Wednesday 24 June 2015

Baca Komuk Naruto Gaiden Chapter 8 – Hal yang Sebenarnya

Baca Komuk Naruto Gaiden Chapter 8 – Hal yang Sebenarnya

 

NARUTO GAIDEN CHAPTER 8 – HAL YANG SEBENARNYA


Sebelumnya…..
Diruangan itu kini hanya ada Sarada dan Naruto. Sarada yang sangat emosi masih menangis. Sementara Naruto menatapnya dengan penuh keheranan.
‘KESEDIHAN ITU TERCERMIN DI MATANYA.’

“Sa-sarada kau!? Sharinganmu..?” Kata Naruto.
“!!” Sarada masih terdiam, dia teringat kata-kata Naruto saat itu.
**”Walaupun Sasuke tak pakai kacamata tapi kau sangat mirip dengannya! Terutama di bagian matamu. Mungkin akan lebih mirip jika kau juga punya Sharingan.”**

“Disaat yang seperti ini. Aku sama sekali tak ingin mirip dengannya.” Kata Sarada pada Naruto.
“Lalu, apa yang ingin kau lakukan?” Naruto bertanya.

“Tak ada yang perlu kita lakukan lagi Nanadaime. Aku akan melanjutkan perjalananku sendirian. Aku juga tidak berpikir akan kembali ke Konohagakure. Ya! Terimakasih untuk semuanya.”
Sarada mulai melangkah, namun Naruto meraih tangannya. Mencegah agar dia tak pergi.
“!!!!!....... APAA?” Bentak Sarada.

“Maaf! Tapi baru saja aku mendengarnya tadi. Tapi jika kau mengatakan tak ada lagi urusannya denganku… Tidak bisa aku biarkan.” Kata Naruto mantap.
“Kau juga mendengarnya kan? Jadi seharusnya kau juga tahu. Memang kebenarannya begitu kan? Tidak ada hubungannya denganmu!”

“Seperti yang selalu aku katakan pada Boruto. Bagi Hokage seluruh warga desa adalah keluarga. Generasi sebelumnya, seperti sandaime juga mengatakannya.” Bayangan Sandaime Hokage – Hiruzen terbersit di pikiran Naruto.

“Lalu kenapa? Itu hanya kepura-puraan saja!”
“……..” Naruto terlihat prihatin.
“Papa tidak pernah berada di desa, papa juga tak mengakui puteri kandungnya sendiri. Lupa wajah puteri kandungnya.

Selama ini mama juga terus berbohong padaku. Dan terlebih lagi….” Sarada tertunduk. “Bahkan.. Kami tak memiliki hubungan darah.” Lanjut Sarada. Auranya terlihat sangat suram.

“……..”
“Aku hanya.. Aku sekarang mengerti kalau aku sebenarnya tidak mempunyai keluarga yang asli. Lagipula kau bukanlah aku Nanadaime. Kebenarannya sudah sangat jelas kan? ……… Jadi sebaiknya kau tak usah menduga-duga isi hatiku! Kau.. Kau! Bukanlah keluargaku.” Kata Sarada lagi.

Naruto tetap tak mengijinkan Sarada pergi. Dia sekarang tengah memegang erat lengan Sarada.
“………??!” Sarada terlihat semakin kesal.

Naruto terdiam ingatannya terputar kembali pada masa lalunya.
**// Flash Back
Latar menunjukkan Naruto kecil sedang duduk di ayunan seorang diri, diselimuti oleh kesepian. Tanpa satupun orang yang menganggap keberadaannya. Sementara di sisi lain, sekerumunan orang sedang bergerumbul. “YAY… YAY.”

“Gagal!” Kata Iruka. Wajah Naruto terlihat serius.
Latar kemudian berpindah lagi, disebuah atap bangunan. Kali ini Naruto sedang berada di atas atap, bersama seorang pria.

“Guru Iruka adalah orang yang serius, kedua orang tuaku sudah meninggal. Jadi aku harus melakukan semuanya sendirian. Sehingga aku ingin tahu.. kenapa sih harus selalu aku?"
"Aku tak berpikir kalau kami ini benar-benar mirip. 

Tapi kenyataannya, dia ingin kau menjadi lebih kuat selagi kau mampu. Kau juga harus tahu alasannya guru Iruka. Terutama karena kau tak punya orang tua.” Naruto terlihat murung.
Latar berubah.

“HENTIKAN!!” Teriak Iruka.
“Bisa dikatakan kau yang telah membunuh orang tua Iruka. Kau adalah Kyuubi yang menghancurkan desa ini. Hokage yang sangat kau kagumi telah menyegel monster itu di dalam dirimu. Kau telah dipermainkan oleh desa ini sepanjang hayatmu.” Teriak Mizuki.

Iruka berkata.. “Sekarang kau bukanlah monster rubah lagi. Yang ada di desa Konoha saat ini adalah Naruto Uzumaki.” Kata-kata ini sukses membuat Naruto menangis haru, menangis sejadi-jadinya.

“Selamat ya? Kau lulus!!” Kata Iruka dengan senyuman di wajahnya. Naruto terpaku, bingung. Perasaannya terlalu sulit untuk digambarkan.
Latar berpindah lagi ke lembah akhir, dimana Naruto kecil dan Sasuke kecil bertarung untuk mencegah kepergian Sasuke dari Konoha.

“Dari awal kau sudah hidup sendirian, apa yang kau tahu soal aku hah?” Sasuke berteriak. Mereka lantas saling dorong.

“Ya! Aku mungkin saja tak mengetahui apapun soal orang tua dan saudara kandung yang sebenarnya. Tapi ketika aku bersama dengan guru iruka.. aku dapat merasakannya kok. Aku seperti mendapatkan seorang ayah! Semacam itulah rasanya.” Terbayang saat Naruto di traktir ramen oleh Iruka.

“Saat aku bersamamu, aku merasa seperti mendapatkan saudara laki-laki. Aku akhirnya mendapatkan sebuah ikatan.”

**// Flash Back End

“Bukannya ikatan antara kau, ayah dan ibumu juga seperti itu?”
“??!” Sarada masih diam.
“Adakah hal yang lebih kuat daripada itu?” Tanya Naruto.
“Sudah! Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” Bentak Sarada.

“Perasaan dan pikiran semacam ini. Itulah yang kau butuhkan.” Kata Naruto.
“………..?!!”
“Itu saja! Hanya.. sekali lagi cobalah kau pastikan sendiri.” Kata Naruto

Sarada menunduk, ingatan-ingatannya datang padanya. Ingatan masa kecilnya. Saat dia sedang belajar berjalan, ingatan soal foto keluarganya.
“Hey! dimana papaku ma?”

“Dia sedang menjalankan misi penting, jika misinya selesai dia pasti akan pulang kok!” Jawab Sakura.
Ingatan yang lain adalah saat Sarada sakit, Sakura senantiasa menjaga dan menemaninya, sampai tertidur di dekat ranjang Sarada.
**

Sarada bertanya pada mamanya lagi.
“Mama, kapan papa akan pulang?”
“Misinya benar-benar sulit, jadi mungkin sebentar lagi ya!”
“Apa papa tidak peduli padamu ma?”
“Huh, tentu saja dia peduli kok.”

“Tapi kenapa dia tidak cepat pulang menengok kita?”
“Sarada.. Kau dan aku ini sangat penting bagi papa. Itulah sebabnya dia belum bisa pulang sekarang. Kau mungkin saja tak mengerti sekarang, tapi…. Suatu hari nanti kau tentu akan mengerti.” Sakura jongkok di depan anaknya. Berbicara dengan lembut.

Sarada yang kecewa karena papanya tak pulang-pulang kemudian mulai menangis. Sakura memeluknya.
“Jangan erat-erat mama.” Katanya.

“M-maaf! Hanya saja tadi wajahmu terlihat sangat imut. Jadi aku tak bisa menahan diri.” Sakura melepaskan pelukannya. Tak disangka wajah Sarada jadi sumringah, dia kemudian mengusap air matanya.

“Mama, pernahkan kau mencium papa?”
“Haaah?” Sakura terkejut, wajahnya terlihat malu. Dia memikirkan jawaban, kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya. “HEHEHHEHE.” Sakura kemudian tertawa.

“Ada.. Ada apa ma?”
“Tidak apa-apa. Mama hanya teringat sesuatu yang lebih baik daripada itu.”
“Mama Jorok!” Sarada terlihat kikuk.

“Eh.. Bukan.. Bukan begitu.” Sakura jadi salah tingkah.
“Lalu apa ada hal lain yang lebih baik daripada ciuman?” Sarada nampak sangat antusias.
‘TAP’
“??”

Sakura menyentil kening Sarada.
“Mama beri tahu lain waktu saja ya!”
“Lho.. kenapa tiba-tiba begitu?”

“Kau akan mengerti jika kau bertemu papamu nanti.” Jawab Sakura, dia tersenyum pada anaknya.
**

Sarada sedang memakan bentonya, dia meraba kembali keningnya yang tadi disentil oleh Sakura.
*

Lamunan masa lalu itu membuat Sarada semakin menangis, sekarangpun, di depan Naruto.. Dia sedang memegang keningnya.
“Mama…!!” Masih terus menangis. “Hikz.. Hikz..” Air matanya terus menetes. “Aku rasa aku akan menolong mama.”

“.. Aku tahu.” Kata Naruto.
“Tapi.. bagaimana bisa aku mengembalikan semua yang sudah terjadi?” Tanya Sarada.
Naruto kemudian memegang Sarada dengan mantap.
“Hal yang sebenarnya.. Hal yang palsu. Semua itu tidaklah masalah jika kau ingin menolong. Karena sebenarnya itulah hal yang asli.” Sarada tercengang.

“Ayo kita tolong ibumu.” Kata Naruto.
“Hah? Iya!” Jawab Sarada.
****

“Kalian dari mana saja?” Teriak Sasuke.
“Pasti kalian kesasar kan? Tempat ini memang rumit sih.”

“Ada hal yang ingin aku bicarakan padamu setelah ini.” Kata Naruto pada Sasuke.
“Soal apa?”
“Nanti saja! Pertama-tama kita harus menyelamatkan Sakura-chan dulu.”

“Dia mungkin saja sudah mati sekarang.” Kata Orochimaru.
“Isteriku bukan wanita lemah, mungkin saja saat kita tiba disana nanti.. dia sudah membereskan semuanya.” Kata Sasuke dengan optimis.

“..” Sarada terlihat senang dengan pernyataan ayahnya.
“Aku tahu lokasinya, jadi kalian ikutlah denganku.”
Mata sasuke yang tadinya hanya sharingan dan rinnegan biasa sekarang sudah berubah menjadi mangekyou sharingan dan rinnegan bertomoe. 

 “Akhirnya.. kekuatan mataku kembali!”
“Jadi kekuatan matamu baru saja melemah? Katakan yang jelas donk!” Protes Naruto.
“Aku mencari mereka melalui dimensi Kaguya. Jadi.. menguras banyak chakra.”

Perlahan-lahan muncul sebuah aura dari tubuh Sasuke. Sebuah Susanno’o. Tepatnya kepala Susanno’o muncul.
“Kau tak berhak menggerutu padaku seperti itu.”
“!!??” Chouchou tidak paham.

“Memangnya pertempuran yang tadi itu apa? Jangan buat anak-anak ini kecewa donk.” Kata Orochimaru.
“Sial! Aku tak mau diberitahu olehmu. Terutama soal membuat anak-anak kecewa.” Naruto ngambeg.

“Sarada, ayahmu itu sebenarnya siapa?” Choucho tercengang.
“Mungkin dia bukan yang terkuat.. Tapi dia jelas-jelas mengagumkan.” Jawab Sarada.
Latar berpindah ke markas musuh, sebuah organ dalam (menyerupai lever) tergeletak berlumuran darah. Shin (botak) tampaknya sudah selesai dioperasi.

“Tujuanku adalah… Menghabisi orang-orang pecinta damai sepertimu. Serta semua orang yang mencoba menghalangi jalanku.” Katanya. Dia mulai bangun. Seperti biasanya, kepala dan seluruh lengannya penuh dengan bola mata sharingan, dengan satu lengan yang buntung. “Dan aku adalah.. salah satu diantara mereka.”

Sakura berdiri, dua bunshin shin terlihat sedang menodongkan senjata pada Sakura dari arah kiri dan kanannya. Sakura geram, mengepal tinjunya di depan dada.
“Memangnya kau ini siapa? Seenaknya saja mau cari tahu soal suamiku. 

Aku hanya mengulur waktu dengan pura-pura mendengarkan ceritamu. Kau tahu?”
‘TINJU ISTERI YANG SEDANG KESAL AKAN SEGERA DILEPASKAN.’

--- Bersambung ke Naruto Gaiden Chapter 9 ---

No comments:

Post a Comment

Kasih Komentarnya Kawan :)